Ramayana

Veda (Weda)

Ramayana dari bahasa Sansekerta (रामायण) Rāmâyaṇa yang berasal dari kata Rāma dan Ayaṇa yang berarti “Perjalanan Rama”, adalah sebuah cerita epos dari India yang digubah oleh Walmiki (Valmiki) atau Balmiki. Cerita epos lainnya adalah Mahabharata.

Ramayana terdapat pula dalam khazanah sastra Jawa dalam bentuk kakawin Ramayana, dan gubahan-gubahannya dalam bahasa Jawa Baru yang tidak semua berdasarkan kakawin ini.

Dalam bahasa Melayu didapati pula Hikayat Seri Rama yang isinya berbeda dengan kakawin Ramayana dalam bahasa Jawa kuna.

Di India dalam bahasa Sansekerta, Ramayana dibagi menjadi tujuh kitab atau kanda sebagai berikut:

  1. Balakanda
  2. Ayodhyakanda
  3. Aranyakanda
  4. Kiskindhakanda
  5. Sundarakanda
  6. Yuddhakanda
  7. Uttarakanda

Banyak yang berpendapat bahwa kanda pertama dan ketujuh merupakan sisipan baru. Dalam bahasa Jawa Kuna, Uttarakanda didapati pula.

Pengaruh dalam budaya

Beberapa babak maupun adegan dalam Ramayana dituangkan ke dalam bentuk lukisan maupun pahatan dalam arsitektur bernuansa Hindu. Wiracarita Ramayana juga diangkat ke dalam budaya pewayangan di Nusantara, seperti misalnya di Jawa dan Bali. Selain itu di beberapa negara (seperti misalnya Thailand, Kamboja, Vietnam, Laos, Philipina, dan lain-lain), Wiracarita Ramayana diangkat sebagai pertunjukan kesenian.

Daftar kitab

Wiracarita Ramayana terdiri dari tujuh kitab yang disebut Saptakanda. Urutan kitab menunjukkan kronologi peristiwa yang terjadi dalam Wiracarita Ramayana.

Nama kitab Keterangan
Balakanda Kitab Balakanda merupakan awal dari kisah Ramayana. Kitab Balakanda menceritakan Prabu Dasarata yang memiliki tiga permaisuri, yaitu: Kosalya, Kekayi, dan Sumitra. Prabu Dasarata berputra empat orang, yaitu: Rama, Bharata, Lakshmana dan Satrughna. Kitab Balakanda juga menceritakan kisah Sang Rama yang berhasil memenangkan sayembara dan memperistri Sita, puteri Prabu Janaka.
Ayodhyakanda Kitab Ayodhyakanda berisi kisah dibuangnya Rama ke hutan bersama Dewi Sita dan Lakshmana karena permohonan Dewi Kekayi. Setelah itu, Prabu Dasarata yang sudah tua wafat. Bharata tidak ingin dinobatkan menjadi Raja, kemudian ia menyusul Rama. Rama menolak untuk kembali ke kerajaan. Akhirnya Bharata memerintah kerajaan atas nama Sang Rama.
Aranyakanda Kitab Aranyakakanda menceritakan kisah Rama, Sita, dan Lakshmana di tengah hutan selama masa pengasingan. Di tengah hutan, Rama sering membantu para pertapa yang diganggu oleh para rakshasa. Kitab Aranyakakanda juga menceritakan kisah Sita diculik Rawana dan pertarungan antara Jatayu dengan Rawana.
Kiskindhakanda Kitab Kiskindhakanda menceritakan kisah pertemuan Sang Rama dengan Raja kera Sugriwa. Sang Rama membantu Sugriwa merebut kerajaannya dari Subali, kakaknya. Dalam pertempuran, Subali terbunuh. Sugriwa menjadi Raja di Kiskindha. Kemudian Sang Rama dan Sugriwa bersekutu untuk menggempur Kerajaan Alengka.
Sundarakanda Kitab Sundarakanda menceritakan kisah tentara Kiskindha yang membangun jembatan Situbanda yang menghubungkan India dengan Alengka. Hanuman yang menjadi duta Sang Rama pergi ke Alengka dan menghadap Dewi Sita. Di sana ia ditangkap namun dapat meloloskan diri dan membakar ibukota Alengka.
Yuddhakanda Kitab Yuddhakanda menceritakan kisah pertempuran antara laskar kera Sang Rama dengan pasukan rakshasa Sang Rawana. Cerita diawali dengan usaha pasukan Sang Rama yang berhasil menyeberangi lautan dan mencapai Alengka. Sementara itu Wibisana diusir oleh Rawana karena terlalu banyak memberi nasihat. Dalam pertempuran, Rawana gugur di tangan Rama oleh senjata panah sakti. Sang Rama pulang dengan selamat ke Ayodhya bersama Dewi Sita.
Uttarakanda Kitab Uttarakanda menceritakan kisah pembuangan Dewi Sita karena Sang Rama mendengar desas-desus dari rakyat yang sangsi dengan kesucian Dewi Sita. Kemudian Dewi Sita tinggal di pertapaan Rsi Walmiki dan melahirkan Kusa dan Lawa. Kusa dan Lawa datang ke istana Sang Rama pada saat upacara Aswamedha. Pada saat itulah mereka menyanyikan Ramayana yang digubah oleh Rsi Walmiki.

 

Ringkasan Cerita

Rama mematahkan busur Dewa Siwa saat sayembara memperebutkan Dewi Sita

 

Prabu Dasarata dari Ayodhya

Wiracarita Ramayana menceritakan kisah Sang Rama yang memerintah di Kerajaan Kosala, di sebelah utara Sungai Gangga, ibukotanya Ayodhya. Sebelumnya diawali dengan kisah Prabu Dasarata yang memiliki tiga permaisuri, yaitu: Kosalya, Kekayi, dan Sumitra. Dari Dewi Kosalya, lahirlah Sang Rama. Dari Dewi Kekayi, lahirlah Sang Bharata. Dari Dewi Sumitra, lahirlah putera kembar, bernama Lakshmana dan Satrugna. Keempat pangeran tersebut sangat gagah dan mahir bersenjata.

Pada suatu hari, Rsi Wiswamitra meminta bantuan Sang Rama untuk melindungi pertapaan di tengah hutan dari gangguan para rakshasa. Setelah berunding dengan Prabu Dasarata, Rsi Wiswamitra dan Sang Rama berangkat ke tengah hutan diiringi Sang Lakshmana. Selama perjalanannya, Sang Rama dan Lakshmana diberi ilmu kerohanian dari Rsi Wiswamitra. Mereka juga tak henti-hentinya membunuh para rakshasa yang menggangu upacara para Rsi. Ketika mereka melewati Mithila, Sang Rama mengikuti sayembara yang diadakan Prabu Janaka. Ia berhasil memenangkan sayembara dan berhak meminang Dewi Sita, puteri Prabu Janaka. Dengan membawa Dewi Sita, Rama dan Lakshmana kembali pulang ke Ayodhya.

Prabu Dasarata yang sudah tua, ingin menyerahkan tahta kepada Rama. Atas permohonan Dewi Kekayi, Sang Prabu dengan berat hati menyerahkan tahta kepada Bharata sedangkan Rama harus meninggalkan kerajaan selama 14 tahun. Bharata menginginkan Rama sebagai penerus tahta, namun Rama menolak dan menginginkan hidup di hutan bersama istrinya dan Lakshmana. Akhirnya Bharata memerintah Kerajaan Kosala atas nama Sang Rama.

Rama hidup di hutan

Dalam masa pengasingannya di hutan, Rama dan Lakshmana bertemu dengan berbagai rakshasa, termasuk Surpanaka. Karena Surpanaka bernafsu dengan Rama dan Lakshmana, hidungnya terluka oleh pedang Lakshmana. Surpanaka mengadu kepada Rawana bahwa ia dianiyaya. Rawana menjadi marah dan berniat membalas dendam. Ia menuju ke tempat Rama dan Lakshmana kemudian dengan tipu muslihat, ia menculik Sita, istri Sang Rama. Dalam usaha penculikannya, Jatayu berusaha menolong namun tidak berhasil sehingga ia gugur.

Rama yang mengetahui istrinya diculik mencari Rawana ke Kerajaan Alengka atas petunjuk Jatayu. Dalam perjalanan, ia bertemu dengan Sugriwa, Sang Raja Kiskindha. Atas bantuan Sang Rama, Sugriwa berhasil merebut kerajaan dari kekuasaan kakaknya, Subali. Untuk membalas jasa, Sugriwa bersekutu dengan Sang Rama untuk menggempur Alengka. Dengan dibantu Hanuman dan ribuan wanara, mereka menyeberangi lautan dan menggempur Alengka.

Rama menggempur Rawana

Rawana yang tahu kerajaannya diserbu, mengutus para sekutunya termasuk puteranya – Indrajit – untuk menggempur Rama. Nasihat Wibisana (adiknya) diabaikan dan ia malah diusir. Akhirnya Wibisana memihak Rama. Indrajit melepas senjata nagapasa dan memperoleh kemenangan, namun tidak lama. Ia gugur di tangan Lakshmana. Setelah sekutu dan para patihnya gugur satu persatu, Rawana tampil ke muka dan pertarungan berlangsung sengit. Dengan senjata panah Brahmāstra yang sakti, Rawana gugur sebagai ksatria.

Setelah Rawana gugur, tahta Kerajaan Alengka diserahkan kepada Wibisana. Sita kembali ke pangkuan Rama setelah kesuciannya diuji. Rama, Sita, dan Lakshmana pulang ke Ayodhya dengan selamat. Hanuman menyerahkan dirinya bulat-bulat untuk mengabdi kepada Rama. Ketika sampai di Ayodhya, Bharata menyambut mereka dengan takzim dan menyerahkan tahta kepada Rama.

Kutipan dari Kakawin Ramayana

Kutipan Terjemahan
Hana sira Ratu dibya rēngőn, praçāsta ring rāt, musuhnira praṇata, jaya paṇdhita, ringaji kabèh, Sang Daçaratha, nāma tā moli Ada seorang Raja besar, dengarkanlah. Terkenal di dunia, musuh baginda semua tunduk. Cukup mahir akan segala filsafat agama, Prabu Dasarata gelar Sri Baginda, tiada bandingannya
Sira ta Triwikrama pita, pinaka bapa, Bhaṭāra Wiṣḥnu mangjanma inakaning bhuwana kabèh, yatra dōnira nimittaning janma Beliau ayah Sang Triwikrama, maksudnya ayah Bhatara Wisnu yang sedang menjelma akan menyelamatkan dunia seluruhnya. Demikian tujuan Sang Hyang Wisnu menjelma menjadi manusia.
Hana rājya tulya kèndran, kakwèhan sang mahārddhika suçila, ringayodhyā subbhagêng rāt, yeka kadhatwannirang nṛpati Ada sebuah istana bagaikan surga, dipenuhi oleh orang-orang bijak serta luhur perbuatan, di Ayodhya-lah yang cukup terkenal di dunia, itulah istana Sri Baginda Prabu Dasarata
Malawas sirār papangguh, masneha lawan mahādewī, suraseng sanggama rinasan, alinggana cumabanā dinya Sudah lama Sri Baginda menikah, saling mencintai dengan para permaisurinya, kenikmatan rasa pertemuan itu telah dapat dirasakan, bercumbu rayu dan sejenisnya
Mahyun ta sira maputra, mānaka wetnyar waṛēg rikang wiçaya, malawas tan pānakatah, mahyun ta sirā gawe yajña Timbullah niat Sri Baginda agar berputra, agar berputra karena sudah puas bercinta, namun lama nian beliau tidak berputra, lalu beliau berniat mengadakan ritual
Sakalī kāraṇa ginawe, āwāhana len pratiṣṭa ānnidhya, Parameçwara hinangēnangēn, umungu ring kuṇḍa bahni maya Semua perlengkapan upacara sudah dikerjakan, alat upacara pengundang serta tempat para Dewa sudah tersedia, Bhatara Çiwa yang dipuja-Pūja, agar berstana pd api suci itu
Çeṣa mahārsī mamūjā, pūrnāhuti dibya pathya gandharasa, yata pinangan kinabehan, denira Dewi maharāja Sisa sesaji yang dihaturkan oleh Sang Maha Pendeta, sesajen yang sempurna, santapan yang nikmat rasa serta baunya, itulah yang disantap oleh beliau, permaisuri Sri Baginda Raja
Ndata tīta kāla lunghā, mānak tā Sang Daçarathā sih, Sang Rāma nak matuha, i sira mahādewī Kauçalya Demikianlah tidak diceritakan lagi selang waktu itu, para permaisuri kesayangan Prabu Dasarata melahirkan putera, Sang Rama putera yang sulung, dari permaisuri Dewi Kosalya
Sang Kekayi makānak, Sang Bharatya kyāti çakti dibya guṇa, Dewi sirang Sumitrā, Laksmaṇa Çatrughna putranira Adapun putera Dewi Kekayi, Sang Bharata yang terkenal sakti mandraguna, sedangkan Dewi Sumitra, berputra Sang Lakshmana dan Sang Satrugna
Sang Rāma sira winarahan, ringastra de Sang Wasiṣṭa tar malawas, kalawan nantēnira tiga, prajñeng widya kabeh wihikan Sang Rama diberi pelajaran tentang panah memanah oleh Bagawan Wasista dalam waktu tidak lama, beserta ketiga adik-adiknya, semuanya pintar cekatan tentang ilmu memanah